Bahaya Kecongkakan dan Ujub

       Ketahuilah, semoga Allah memberi petunjuk kepadaku dan juga anda untuk mencapai kebaikan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Sesungguhnya kesombongan dan membanggakan diri akan melenyapkan segala macam keutamaan dan menghasilkan beberapa kerendahan dan kehinaan. Cukuplah bagi anda sebagai penyandang kehinaan bila tidak sudi mendengarkan nasihat dan tidak pula mau menerima peajaran dan jangan menjadi orang yang suka merusak. Di dalam surah al-'Alaq (96: 6-7) dikatakan bahwa manusia suka melampaui batas karena memandang  dirinya kaya dan tidak membutuhkan orang lain. padahal di dalam surah an-Nahl (16: 4) Tuhan menegaskan bahwa manusia itu bukanlah manusia yang hebat karena dijadikan hanya dari setetes mani. bahkan di dalam ayat lainnya Allah berfirman bahwa manusia it tercipta dari debu.

“Sesungguhnya pemisalan Isa di sisi Allah adalah seperti Adam, Dia menjadikannya dari debu…” (QS. Ali Imran: 59).

       Jika kita perhatikan dengan dua ayat yang terakhir, sesungguhnya Allah ingin menunjukkan kepada kita semua bahwa tidak pantas menjadi sombong apapun pangkatnya, apakah seorang nabi, raja, presiden, atau konglomerat. Mengapa? Karena mereka bukanlah makhluk yang abadi. Mereka hanya makhluk ciptaan Allah yang fana, berumur terbatas dan sangat lemah. Kata debu menunjukkan sesuatu yang kecil, mudah ditiup angin, atau sesuatu yang tidak relatif terhadap barang yang lebih besar, apalagi dibandingkan dengan dunia atau alam semesta.

       Para ulama mengatakan: “Ilmu akan sia-sia di antara malu dan sombong. Ilmu akan rusak bagi orang yang merasa tinggi hati, sebagaimana bahaya banjir besar yang akan menghancurkan dan memporak-porandakan bangunan-bangunan yang tinggi dan besar.”

       Nabi Muhammad saw. bersabda “Tidak akan masuk syurga orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan seberat biji.” Nabi Muhammad saw. bersabda “barangsiapa yang menyeret pakaiannya dengan sombong, maka Allah tidak memandang padanya dengan pandangan rahmat.” Para hukama berkata “Kekuasaan yang disertai kesombongan, tidak akan abadi (tidak akan berlangsung lama).” Allah SWT telah menyebutkan bahwa kesombongan akan binasa. Allah menyebutkan dan mengidentikkan orang yang sombong sebagai pembuat kerusakan di muka bumi. Allah berfirman “Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan yang baik itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa” (QS. Al-Qashash: 83).

       Dan Allah SWT berfirman “Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat-Ku, mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai daripadanya.” (QS. Al-A’raf: 146).

       Sebagian ulama berkata “Aku tidak pernah melihat seorang yang sombong melainkan apa yang ada padanya akan berpindah kepadaku.” Yakni, aku akan berlaku sombong juga kepadanya. Ibnu Awanah adalah orang yang paling jelek kesombongannya. Diceritakan, sesungguhnya ia pernah berkata kepada pelayannya “Ambillah air minum untukku.” Sang pelayan berkata “Ya, baiklah tuan.” Ibnu Awanah bekata “Sesungguhnya orang yang mengatakan , ‘ya’ hanyalah orang yang dapat berkata ‘tidak’, maka tamparlah dia!” lalu pelayan itu ditampar.

       Al-Jahizh berkata “Orang-orang yang populer menyandang kesombongan dari Quraisy ialah Bani Makhzum dan Bani Umaiyah. Sedangkan dari bangsa Arab adalah Bani Ja’far bin Kilab dan Bani Surarah bin Adiy. Sedangkan para kaisar, mereka tidak menganggap orang lain kecuali sebagai budak, sementara mereka menganggap dirinya sebagai tuan-tuan.”

       Dikatakan kepada seorang laki-laki dari Bani Abiddar “Hendaklah Anda datang kepada khalifah.” Dia menjawab “Aku khawatir kalau jembatannya tidak kuat menahan kebesaranku dan kemuliaanku.” Dikatakan kepada Hajjaj bin Arthah “Mengapa anda tidak mau datang berjama’ah?” dia menjawab “Aku takut kalau penjual-penjual sayur ikut berdesakan bersamaku.”

       Dikatakan, suatu ketika Wa’il bin Hajar datang kepada Nabi Muhammad saw. dan berharap agar beliau memberikan sebidang tanah. Lalu beliau bersabda kepada Mu’awiyah keluar bersama Wa’il pada suatu hari yang sangat panas, ia berjalan di belakang untanya Wa’il. Mu’awiyah merasa terbakar oleh panas matahari, lalu ia berkata pada Wa’il “Boncenglah aku di atas unta di belakang anda.” Dia menjawab “Aku bukanlah orang yang biasa membonceng raja-raja.” Mu’awiyah berkata “Kalau begitu berikan padaku kedua sandalmu.” Wa’il menjawab “Bukan kekikiran yang menghalangiku hai Abu Sufyan. Tetapi aku tidak suka kalau sampai tersiar dan menjadi pergunjingan oleh orang-orang Yaman, bahwa anda telah memakai sandalku. Jika anda mau berjalan di bawah naungan untaku, maka hal itu cukup membuat anda mulia.”

       Dan dikatakan, bahwa Wa’il menemukan masa Mu’awiyah berkuasa, dan dia pernah masuk kepada pemerintahan Mu’awiyah. Lalu Mu’awiyah menyuruh duduk bersamanya di atas singgasana dan mengajaknya berbicara. Masrur bin Hindun berkata kepada seorang laki-laki “Adakah anda mengenalku?” dia berkata “tidak.” Masrur berkata “Aku adalah Masrur bin Hindun.” Laki-laki itu menjawab “Aku tidak mengenal anda.” Masrur berkata “Bagaimana bisa terjadi ada orang tidak mengenal rembulan.”

Seorang penyair berkata:
“katakanlah kepada orang dungu yang menyimpan kesombongan, yang telah memperdayakannya, seandainya anda memgetahui apa yang ada dalam kesombongan, tentu anda akan sombong. Kesombongan merusak agama, mengurangi akal, dan menghancurkan harga diri, karenanya sadarlah.”

       Dikatakan, sesungguhnya tidak akan sombong kecuali orang yang hina. Dan tidak akan merendahkan diri (tawadhu) kecuali setiap yang luhur. Nabi Muhammad saw. Berasabda “Tiga hal, sangat potensial membuat seseorang binasa, yaitu: setia pada kekikiran, memperturutkan nafsu-nafsu, dan seorang yang membanggakan dirinya.” Diriwayatkan dari Abdillah bin Amr, sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda “Sesungguhnya ketika Nabi Nuh as. Menghadapi kewafatannya, dia memanggil kedua putranya dan berkata ‘Sesungguhnya aku memerintahkan anda dua hal, dan melarang anda dari dua hal. Dua hal yang aku larang kepada anda ialah kemusyrikan dan kesombongan. Sedangkan dua hal yang aku perintahkan kepada anda ialah mengucapkan dan memegang teguh komitmen laa ilaaha illallah, karena sesungguhnya langit dan bumi beserta apa yang ada di dalamnya seandainya diletakkan pada salah satu daun timbangan, sementara kalimat laa ilaaha illallah diletakkan pada daun timbangan yang lain, maka kalimat laa ilaaha illallah lebih berat timbangannya. Dan seandainya langit dan bumi ada dalam satu lingkaran, lalu kalimat laa ilaaha illallah diletakkan di atasnya tentu kalimat laa ilaaha illallah akan membuat langit dan bumi itu musnah, dan aku memerintahkan anda untuk membiasakan membaca ‘Subhanallah wa bihamdihi’, karena ia adalah shalatnya segala sesuatu dan dengannya pula segala sesuatu itu diberi rezki.”

       Nabi Isa as. Berkata “Sesungguhnya beruntung bagi orang yang diajari Allah dengan Kitab suci-Nya, sementara dia tidak sombong dan tidak pula sewenang-wenang.” Suatu ketika Abdullah bin Salam ra. berjalan melewati sebuah pasar sambil membawa seikat kayu bakar, lalu dia ditanya “Apa yang mendorong anda berbuat seperti ini? Padahal Allah telah membuat anda tidak butuh pada pekerjaan semacam ini.” Abdullah menjawab “Aku ingin mengusir kesombongan dari diriku.”

       Didalam tafsir Al-Qurthubi mengenai firman Allah SWT “Dan jangan wanita-wanita itu memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan…” (QS. An-Nur: 31). Jika wanita itu melakukan hal tersebut dengan tujuan untuk memperlihatkan dan menampakkan perhiasannya kepada kaum laki-laki, maka hukumnya adalah haram. Demikian pula halnya laki-laki yang memukulkan sandalnya (bergaya sedemikian rupa) dengan maksud ujub, maka hukumnya juga haram, karena ujub itu merupakan perbuatan yang besar dosanya.

Sumber:

Hasan, Moh. Syamsi. Penerjemah. Menyingkap Rahasia Qalbu, Imam Al-Ghazali. Surabaya: Penerbit Amelia Surabaya
Soma, Soekma. Ada Apa dengan Ulama? Pergaulan antara Dogma, Akal, Kalbu & Sains. Tangerang: PT AgroMedia Pustaka.